Merdeka!!


MERDEKA YANG MENGHAMBA:

Tafakkur di Malam HUT RI Ke-76 


Agustus 2021

Oleh :

Dra. Nihayatul Laili Yuhana, M.Pd.I

PENYULUH AGAMA ISLAM FUNGSIONAL 

KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN NGANJUK


Merdeka adalah diksi utama atau bisa dikata diksi satu-satunya bagi bangsa Indonesia setiap datangnya tanggal 17 Agustus. 

Karena sejarah telah mencatat dengan tinta emas pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya. 

Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia itu terjadi tepat pada hari Jum'at tanggal 9 Ramadhan 1364 H. pukul 10.00 WIB.

Merdeka memiliki arti:
1) bebas dari perhambaan dan 
     penjajahan, 
2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan, 
3) tidak terikat, tidak tergantung kepada 
     orang atau pihak tertentu. 

Sedangkan kemerdekaan memiliki arti keadaan berdiri sendiri secara mandiri yakni bebas, lepas dan tidak terjajah lagi. Dalam arti kebebasan ini maka kemerdekaan adalah hak segala bangsa, bahkan hak setiap orang. 

Dalam konteks individu, merdeka adalah terbebas dari segala macam belenggu, aturan, dan kekuasaan dari orang lain. 

Merdeka merupakan sebuah rasa kebebasan untuk mendapatkan hak dalam berbuat sesuai kehendak dan rencana yang mandiri. 

Dalam sebuah bangsa, merdeka berarti bebas dari belenggu, kekuasaan dan aturan bangsa penjajah, bangsa kolonial.  

Arti kemerdekaan yang dalam bahasa Arab disebut al-istiqlal, ditafsirkan sebagai al-taharrur wa al-khalash min ayy qaydin wa saytharah ajnabiyyah (bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain), atau al-qudrah ala al-tanfidz ma'a in'idam kulli qahr wa 'unf min al-kharij (Kemampuan mengaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya). 

Jadi kemerdekaan sebuah bangsa ialah keadaan bebas dari segala bentuk penindasan bangsa lain. 

Kata lain untuk makna ini adalah al-hurriyyah, kata ini dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kebebasan atau kemerdekaan.

Dalam satu akar yang sama dalam bahasa Arab muncul kata al-hurr, artinya ialah orang yang bebas atau orang yang merdeka

Kata al-hurr merupakan antonim dari kata al-'abd yakni orang yang berstatus budak atau hamba. 

Hamba dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai padanan kata budak belian atau orang tebusan. 

Budak belian atau orang tebusan merupakan pekerja yang harus mengikuti tuannya karena telah dibeli. Bekerja tanpa ada upah, hanya sekadar mendapat makanan sahaja. Hamba atau budak belian senantiasa siaga membantu majikan atau tuannya sesuai apa yang diperintahkan. 

Tentu saja budak belian atau disebut juga hamba sahaya adalah merupakan seorang yang tidak merdeka. Tidak bebas.

Nilai mereka sama dengan barang-barang yang boleh diperdagangkan, dijual, dihadiahkan. 

Bagi perempuan budak dapat dipergauli sebagaimana isteri dengan hubungan yang sah menurut hukumnya. 

Maka dari itu pengertian budak atau hamba secara umum menyiratkan makna manusia yang paling malang nasibnya. 

Pada zaman dahulu itu sebab-sebab seseorang mempunyai budak atau hamba sahaya ada beberapa kemungkinan. Yang pertama karena hasil perolehan perang, sehingga orang yang memenangkan perang tersebut berhak menjadikan orang yang kalah sebagai budak. Kedua ialah karena pembelian budak. Ketiga karena pencurian budak. Dan keempat karena mendapatkan warisan dari orang tuanya yang berupa orang dari golongan budak atau hamba. 

Karakteristik seorang hamba ialah manusia yang inferior, rendah diri, karena telah dipadamkan keinginan, perasaan, pikiran, dan cita-cita untuk bertindak sendiri. Semuanya serba ditentukan dan dibatasi oleh tuannya. Ia tidak mempunyai pilihan lain kecuali tunduk dan patuh terhadap segala perintah tuannya. 

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa nuansa makna dari kata "hamba" atau "budak" tiada lain kecuali nuansa negatif.

Namun kata "hamba" tersebut menjadi berbalik 180 derajat menjadi bermakna positif ketika dikaitkan dengan hubungan manusia dengan Allah 'Azza Wa Jalla. Karena justeru dengan benar-benar menghamba hanya kepada Allah maka manusia akan bertahan bahkan meningkat derajat kemulian mereka. Menghamba kepada Allah 'Azza Wa Jalla adalah tujuan puncak dari penciptaan manusia. Bahkan jin pula.

Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah menghamba, mengabdi atau beribadah kepada Sang Khaliq; mentaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. 

Ibadah dalam bahasa Arabnya berakar kata 'abada yang artinya mengabdikan diri, menghambakan diri, atau menjadi hamba untuk..

Maka hubungan manusia dengan Allah 'Azza Wa Jalla adalah hubungan hamba (baca: budak) dengan Tuhan Sang Maha Kuasa. Hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah Tuhannya. 

Demikianlah, karena posisinya sebagai 'abd, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati.

Seorang muslim harus memahami benar posisinya kepada Allah ialah sebagai 'abd ini. 

Al-Qur'an yang mulia telah menjelaskan hal tersebut pada surat al-Dzariyat[51]: 56 yang artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka menghamba kepada-Ku."

Mulai dari sinilah muncul suatu simpulan yang sangat menarik, bahwa seorang muslim yang ideal ialah seorang yang merdeka yang siaga untuk menghamba. 

Jadi dalam konteks sesama makhluk kita adalah orang-orang yang merdeka, sebaliknya dalam konteks berhubungan dengan Allah 'Azza Wa Jalla kita adalah orang-orang yang dengan sadar memposisikan diri menjadi budak-budak yang tulus menghamba kepada-Nya.

Lebih dalam lagi, mengikuti alur yang dirumuskan oleh Sulthan al-Auliya al-Syaikh Abd al-Qadir al-Jailani (w. 560 H.), sebagai orang yang merdeka kita hendaknya tidak diperbudak oleh: 
1) manusia atau makhluk, 
2) syaithan, 
3) tabiat diri sendiri, 
4) keinginan diri sendiri, dan 
5) adat atau tradisi. 
Dengan begitu kita akan tampil optimal sebagai pribadi-pribadi yang merdeka.

Lantas pada tahap berikutnya kita, pribadi-pribadi merdeka, menghamba setulus-tulusnya kepada Allah 'Azza Wa Jalla; 
1) mengharap hanya kepada-Nya, 
2) takut hanya kepada-Nya, 
3) patuh secara total hanya kepada-Nya, dan sebagainya.

Wallohu Alam. 

MERDEKA!!

_______________ 

RUJUKAN:

Alfitri. (2015). Kemerdekaan yang Sesungguhnya, dalam http;//www.arsip.pa.manna.go.id

Al-Jailani, al-Syeikh Abd al-Qadir. (t.t.) al-Fath ar-Rabbani. Kairo: Dar ar-Rayyan li at-Turats

Andri, Andi. (2017). Kemerdekaan Dan Kedaulatan Rakyat Dalam Perspektif Mohammad Hatta Dan Islam, dalam Jurnal Manthiq Vol. 2, No. 2, November 2017. Bengkulu: IAIN. 133-148.

Pusat Bahasa. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dan lain-lain.


Komentar

  1. . وما خلقت الجن والانس الاليعبدون
    Mantab.....

    BalasHapus
  2. Merdeka!!!

    Lebih dekat pada Alloh dengan setulus tulusnya🤲🏼

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Baru Pengajian

COVID-19 MEMAKNAI DAN MENANGGULANGI DALAM SKALA IMAN

Bimbingan Perkawinan di KUA Berbek