TAFSIR TEMATIK KEINDAHAN UCAPAN DAKWAH MENJADI PEREKAT HATI

KEINDAHAN
UCAPAN DAKWAH MEREKATKAN  HATI
  Januari 2020

Oleh :
DraNihayatul Laili Yuhana, M.PdI

PENYULUH AGAMA ISLAM FUNGSIONAL 
KANTOR KEMENTRIAN AGAMA KAB. NGANJUK



Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?". Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. ( QS. Fushilat (41):33-34)


TEMA DAN SARI TILAWAH
1.    Setiap manusia memiliki lisan yang bisa mengucapkan apa saja. Akan tetapi ada kreteria  ucapan yang paling baik dihadapan Allah SWT
2.    Ucapan dan perbuatan baik merupakan salah satu langkah untuk menjadikan manusia berubah sebab adanya uswah secara langsung bisa dirasakan
3.    Seseorang yang membenci dan menghalangi perjalanan dakwah suatu saat akan bisa menjadi orang yang mendukung dakwah seperti sahabat karib.

MASALAH DAN ANALISA JAWABAN
1.    Bagaimanakah mendiskripsikan sebuah ucapan yang baik ? Jawaban sementara : perkataan yang selalu diucapkan untuk mengajak kepada kebaikan dan mengajak manusia ke jalan Allah SWT.

2.    Bagaimanakah bentuk kongkrit dari ucapan bak yang mampu merekatkan dan meluluhkan hati ? Jawaban sementara : ucapan baik sebagaimana utusan Allah SWT yang telah  mendapatkan  SK dari Allah untuk dijadikan tauladan.

3.    Apakah untuk mencapai keberhasilan dakwah diperlukan adanya beberapa kesiapan ? Jawaban sementara : Didalam berdakwah pasti akan menghadapi berbagai konflik social sehingga kesiapan mental , skil  dan kemampuan menjadi syarat mutlak  urgent dalam berdakwah.

4.    Apakah semua ucapan baik mampu merubah suatu keadaan mnjadi baik pula ? Jawaban sementara : semua perubahan memerluka sebuah proses. Karenanya sebelum menjustifikasi sebuah dakwah berhasil atau tidak maka harus dibuktikan dengan ikhtiyar. Selanjutnya Allah yang menentukan.



BAB I
PENDALAMAN DAN PENELITIAN
UCAPAN YANG BAIK

Masalah nomor satu.
Bagaimanakah mendiskripsikan sebuah ucapan yang baik ?
Jawaban sementara :
perkataan yang selalu diucapkan untuk mengajak kepada kebaikan dan mengajak manusia ke jalan Allah SWT.
Ucapan merupakan refleksi dari kemampuan dan kematangan ilmu dan pemahaman seseorang. Orang yang mengucapkan kata kata tidak jelas, kotor bahkan kata kata yang selalu diucapan


selalu menyakiti orang lain menjadi gambaran dangkalnya ilmu yang dimiliki. Karena itu Allah SWT sendiri menegaskan kepada manusia untuk selalu mengatakan dengan ucapan yang baik. Bahkan dihadapan Allah SWT sebuah  ucapan
 yang baik itu ternilai daripada sebuah amaliyah shodaqoh yang diiringi dengan ucapan yang buruk. Sebagaimana dalam  QS. Al-Baqoroh (2): 263.



Perkataan yang baik dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.( al-Baqoroh (2): 263)

        Allah SWT mendiskripsikan ucapan yang baik itu dalam bentuk beberapa hal.


1.    Ucapan yang mengajak manusia untuk mengarahkan kepada kebaikan.




Setiap katanya menjadi pelipur lara. Kata kata indah meneduhkan bagi pendengarnya. Setiap kata yang keluar dari lisannya mampu mengucapkan kata yang membuat seseorang memiliki motifasi untuk melakukan amaliyah yang baik.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung. ( QS. Ali-Imran (3): 104)

2.    Ucapan yang mengarahkan untuk meningkatkan amaliyah sebagai upaya untuk mengajak manusia kejalan syurga yang diridhoi oleh Allah SWT.


Ucapan yang digunakan untuk mengajak manusia agar meningkatkan diri mencari ampunan Allah SWT.  Sebagaimana yang disebutkan Allah SWT
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari

yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.( QS. Ali-Imron (3) : 104)

Ayat diatas juga merupakan perintah dari Allah agar manusia senantiasa mengajak kepada kebaikan dan merintahkan kepada sesuatu yang ma’ruf  (segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah ), mencegah kepada yang mungkar (perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya ).
Dari keumuman ayat diatas,  bisa diambil kesimpulan bahwa mengajak manusia kepada jalan Allah adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat islam. Sehingga didalam mengajak seseorang harus memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar  tujuan dari seruannya dapat berhasil dengan baik.  Dalam bahasa Indonesia yang memang disinyalir dari bahasa arab dalam mengajak manusia dikenal dengan istilah “ Dakwah “.

Dakwah amar ma'ruf nahi munkar secara praktis telah berlangsung sejak adanya interaksi antara Allah dengan hamba-Nya yang dimulai dari periode Nabi Adam AS. dan akan berakhir bersamaan dengan berakhimya kehidupan di dunia ini. Pada awalnya Allah mengajarkan kepada Nabi Adam AS nama-nama benda, Allah melarang Nabi Adam mendekati pohon dan Allah memerintahkan  para malaikat sujud kepada Nabi Adam. Semua Malaikat pada sujud kecuali Iblis, dia enggan dan takabur.
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di bumi untuk berdakwah. Ber amar makruf dan ber nahi munkar adalah salah satu  fungsi strategis kekhalifahan manusia. Fungsi tersebut berjalan terus-menerus seiring dengan kompleksitas problematka kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Dakwah tidak berada dalam konteks masyarakat yang statis, tetapi berada dalam konteks masyarakat yang dinamis dan tantangan dakwah yang semakin luas dan komplek. Oleh karena itu peningkatan kualitas kompetensi muballigh harus secara terus menerus
dilakukan secara efektif.  Oleh   perlu ada pemahaman husus tentang makna dakwah itu sendiri.


2.a. Pengertian Dakwah secara Etimologi
Kata dakwah memiliki arti  do’a, seruan , panggilan,  ajakan, undangan, dorongan dan  permintaan.  Berasal dari kata kerja.   دعا yang berarti berdo 'a,  memanggil, menyeru, mengundang, mendorong, dan mengadu. Dakwah secara etimologis bersifat bebas nilai, artinya bisa mengajak kepada kebaikan atau ke jalan Allah.
Mengajak memang tidak selalu kepada kebaikan. Adakalanya ajakan seseorang berimplikasi dan sarat muatannya adalah kedholiman dan kemaksiyatan.

2.a.1. Ajakan kepada kemaksiyatan
Allah menjelaskan dalam alQur’an


“ Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cendrung untuk [memenuhi keinginan mereka], dan tentulah aku masuk orang-orang yang bodoh “.[Q.S.Yusuf(12):33)

Oleh karenanya Allah SWT telah menjelaskan bahwa hanya jalan Allahlah yang akan membawa pada keselamatan. Sebagaimana yang dicontohkan Allah SWT yang dipaparkan dalam al-QS. al-Baqoroh (2) : 221 bahwa :





Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

3.    Ucapan yang dikeluarkan hanya untuk mencari tempat keselamatan ( darus salam ) . sehingga ucapan itu  timbul dari hidayah Allah SWT.



Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam). ( QS. Yunus (10) : 25 }

Oleh karenanya ucapan yang baik harus terus ditingkatkan mengingat semuanya akan senantiasa menjadi panutan.
Apalagi jika setiap ucapan  manusia yang dilontarkan akan selalu didengarkan Allah SWT. Begitu pula Allah SWT

menugaskan malaikat untuk berada disisi manusia sehingga malaikat akan selalu hadir sebagaiman yang dfirmankan Allah SWT sebagai berikut :



tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir./ QS. Qoof (50):18

4.    Ucapan yang mengajak manusia agar menetapi kebenaran dan kesabaran.


Dari ayat tersebut diatas memiliki suatu pemahaman bahwa manusia yang tidak mau menggunakan lisannya untuk saling mengucapkan kata kebenaran saat melihat kemungkaran

adalah manusia yang merugi. Begitu juga merugi bagi manusia yang tidak mau menghibur seseorang yang sedang tertimpa musibah dan mendapat ujian dari Allah SWT.
 Kajian ayat diatas menunjukkan dakwah menjadi kewajiban  yang bersifat kolektif [ fardhu kifayah ].  Setiap muslim dan muslimat yang sudah baligh wajib berdakwah, baik secara aktif maupun secara pasif. Secara pasif dalam arti semua sikap dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat menjadi contoh dan tuntunan bagi masyarakat.

BAB II
BENTUK REALISASI DAKWAH



Masalah nomor dua, Bagaimanakah bentuk kongkrit dari ucapan bak yang mampu merekatkan dan meluluhkan hati ? Jawaban sementara : ucapan baik sebagaimana utusan Allah SWT yang telah  mendapatkan  SK dari Allah untuk dijadikan tauladan.
Manusia dalam setiap aktifitasnya dalam kehidupan ini sangat memerlukan figure yang harus dicontoh. Semua itu bertujuan agar langkah yang diambilnya memiliki dasar panutan yang benar. Begitu juga dengan aktifitas dakwah atau mengajak manusia dalam kebaikan. Oleh karena kebenaran itu universal dan sifatnya subyektif, maka manusia

memerlukan adanya suatu panutan yang akan ditauladani dalam kegiatan berdakwah.
Allah SWT dalam hal ini memberikan format husus kepada umat islam dalam hal berdakwah dalam betuk yang telah dibingkai dengan mengikuti apa yang telah dilakkan oleh hamba hamba yang dipilihNya. Allah SWT te;ah memberi SK secara permanen bahwa ada hamba yang hanya pantas ditauladani diantaranya :
1.    Ketauladanan dari Nabi Muhammad saw sebagaimana dalam firman Allah SWT yang berbunnyi :

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(QS.Al-Ahzab (33):21)






Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. dan Barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(QS.Mumtahinah (60):6)

2.    Ketauladanan Nabi Ibrahim As.

  
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:



"Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali." .(QS.Mumtahinah (60):4)



Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif[843]. dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), ( QS. An-Nahl (16):120)


BAB III
Tipologi Manusia Saat Menerima Indahnya Ucapan Dakwah

Masalah nomor tiga,
Apakah untuk mencapai keberhasilan dakwah diperlukan adanya beberapa kesiapan ?
 Jawaban sementara :
Didalam berdakwah pasti akan menghadapi berbagai konflik social sehingga kesiapan mental , skil  dan kemampuan menjadi syarat mutlak  urgent dalam berdakwah.

Tugas dakwah  menjadi kewajiban semua umat manusia. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat membutuhkan adanya skill, kemampuan dan qualivife. Semua ini disebabkan karena manusia yang dihadapi baik secara individu maupun kelompok memiliki karakter yang berbeda anatara satu dengan yang lainnya. Manusia memiliki tipologi dan adat kebiasaan yang juga berbeda. Ada yang suka menentang, ada yang suka melecehkan, ada yang suka melempar masalah. Bahkan ada jga manusia yang memiliki jiwa labil, oleh karena itu suatu ajakan yang berupa ucapan yang bijak dan penuh aturan yang disertai dengan metode yang tepat yang akan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.

 Adapun tipologi manusia dalam menerima ucapan yang indah saat berdakwah memiliki berbagai respons yang berbeda. Sehingga dalam hal ini perlu dikenali tipologi dan Aspek


manusia diantaranya :
1.    a.  Manusia yang suka melecehkan saat mendengar ucapan baik.  
   Karakter manusia ini. Juga dijelaskan oleh Allah SWT yang berbunyi :

Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang Rasul sebelum kamu Maka turunlah kepada orang yang mencemoohkan Rasul-rasul itu azab yang selalu mereka perolok-olokkan.( QS.al-anbiya’ (21):41)


Dan Sesungguhnya telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelum kamu, Maka aku beri tangguh kepada orang-orang kafir itu kemudian aku binasakan mereka. Alangkah hebatnya siksaan-Ku itu! QS. Ar-Road (13):32)


 Orang berdakwah itu  pasti akan menemukan seseorang yang akan melecehkan dirinya. Pelecehan bisa dari segala segi


sesuai dengan cara pandang manusia. Bahkan Rasulullah saw sebagai manusia yang dipilih langsung oleh Allah SWT masih juga dilecehkan oleh kafir Quraisy. Bahkan pelecehan itu bisa datang
sebab dari materi dakwah yang dianggap tidak menarik ataupun basi. Atau juga karena kedudukan dan pangkat orang yang mengucapkan indahnya dakwah bukan dari golongan pejabat. Atau bahkan pelecehan itu sebab harta atau pun keturunan yang dianggap rendah. Oleh sebab itu orang yang akan mengajak kabaikan dengan capan dakwahnya harus siap mental.tidak surut dan tidak berputus asa.

1.b.   Manusia yang suka menentang.


Allah SWT  memberikan gambaran jenis yang dipertentangkannya saat terjadi pada masa  saw. Nabi Musa as.



Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." (QS. Al-Baqoroh (2):68-69)


1.c.    Manusia yang suka melempar masalah



Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: "Hai Musa, mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu[559]. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada Kami, pasti Kami akan beriman kepadamu dan akan Kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu".(QS. Al-A’rof (7): 134)

1.d. Manusia yang suka berkeluh kesah dan memiliki jiwa labil. Sebagaimana firmanNYa :



Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, Dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah Dia akan kemudharatan yang pernah Dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan Dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu Sementara waktu; Sesungguhnya kamu Termasuk penghuni neraka".( QS. Az-Zumar (39):8)



Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata:


"Sesungguhnya Kami sebelumnya telah memperhatikan urusan Kami (tidak pergi perang)" dan mereka berpaling dengan rasa gembira.( QS. At-Taubat (9): 50)

Ucapan dalam berdakwah pada hakikatnya suatu proses mengadakan perubahan secara normatif sesuai dengan Al-Qur’an, dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Sebagai contoh adalah perubahan dari beriman kepada selain Allah SWT menjadi beriman Kepada Allah SWT, atau dari ideologi yang batil, sesat kepada   ideologi yang benar, dari kebodohan kepada kepintaran, dari kultur dan akhlaq yang sesat kepada kultur, dan akhlaq yang benar, dan mulia, dari malas beriibadah menjadi rajin beribadah, dari kehidupan yang bertentangan dengan Islam menjadi berkehidupan yang Islami, dari tidak perduli pada agama menjadi perduli dan semangat beragama dan lain sebagainya.

2.    Adapun untuk menyampaikan indahnya ucapan itu dalam berdakwah harus memperhatikan  beberapa aspek.
Menurut H.M.Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar, Bulan Bintang Jakarta 1977, hal. 13-14. Yang harus diperhatikan adalah:
   2.a.   Aspek usia ; anak-anak, remaja dan orang tua.
   2.b.   Aspek kelamin ; Laki-laki dan perempuan.


   2.c.   Aspek agama ; Islam dan kafir atau non muslim
  2.d.  Aspek sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
  2.e.   Aspek sturktur kelembagaan ; Legislati, ekskutif, dan yudikatif.
  2.f.    Aspek kultur ke-beragamaan ; Priyayi, abangan dan santri.
  2.g.    Aspek ekonomi ; Golongan kaya, menegah, dan miskin.
  2.h.  Aspek mata pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan, karyawan, buruh dll.
  2.i.    Aspek khusus ; Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna  rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.
  2.j.    Komunitas masyarakat seniman, baik seni musik, seni lukis, seni  pahat, seni tari, artis, aktris dll.

Seseorang yang mengajak perbuatan baik dengan ucapan tidak hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat objek atau sasaran dakwah itu sendiri. 

Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq, mu’amalah [ pndidikan, social, ekonomi, politik, budaya dll 

3.        Adapun Kompetensi substantif yang harus dimiliki oleh pelaku dakwah dengan ucapan yang baik adalah harus:
3.a. Memiliki ilmu Pemahaman agama Islam secara komprehensif, tepat dan benar.  Dalam melakukan dakwah ilmu pengetahuan sangat dominan, karena menyampaikan tanpa ilmu hanyalah kebohongan, sehingga saat menemui kesulitan akan mampu bertutur berdasarkan ilmunya. Allah sendiri menegaskan bahwa ilmu adalah persyaratan Allah untuk mengangkat derajat hamba.

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis",



Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.( QS. Al-Mujadalah ( 58): 11)

3.b. Memiliki akhlaqul kariimah. Seorang pribadi yang menyampaikan ajaran yang mulia, dan mengajak oang menuju kemuliaan, tentula seorang da’i  memiliki akhlaq mulia yang terlihat dalam seluruh aspek kehidupannya. Seorang da’i harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar, tawaddhu’, adil, lemah lembut dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, dan sifat-sifat mulia lainnya. Lebih dari itu kunci utama keberhasilan da’i adalah
satunya  kata dan perbuatan.  Allah mengancam seorang da’i atau siapa saja yang perkatannya tidak sejalan dengan perbuatannya , atau hanya bisa berkata tapi tidak mau


 berbuat. Allah SWT  berfirman:



Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.  [ Q.S. Ash-Shaf 61: 2-3 ] [1]

3.c. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yang relatif luas, yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah cakupan ilmu pengetahuan yang paling tidak terkait dengan pelaksanaan dakwah, antara lain, ilmu bahasa, ilmu
komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi dakwah, teknologi informasi baik cetak maupun elektronik, dan lainnya.

3.d. Memahami hakikat dakwah. Hakikat dakwah  pada dasarnya adalah mengadakan prubahan sesuai dengan al-Qur’an dan al-

Hadits, artinya perubahan yang bersifat normatif, sebagai contoh : Perubahan dari kebodohan kepada kepintaran, perubahan dari keimanan atau keyakinan yang betil kepada keyakinan yang benar, dari tidak faham agama Islam menjadi faham Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi mengamalkan ajaran Islam, dan Allah tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan kepada manusia untuk dapat berubah kecuali kalau manusia berjuang  dengan ichlasan, tekat yang kuat, ikhtiar yang maksimal. Allah berfirman :
                                                                                                    

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.( Q.S. ar-Ra’d (13): 11 )

3.e. Mencintai objek dakwah [ mad’u ] dengan tulus, mencintai mad’u merupakan salah salah satu modal dasar bagi seorang  da’i dalam berdakwah, rasa cinta dan kasih sayang terhadap mad’u akan membawa ketenangan dalam berdakwah, seorang da’i harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apapun,
 walaupun dalam keadaan objek dakwah menolak pesan yang disampaikan atau meremehkan  bahkan membeci, kecintaan da’i terhadap mad’u tidak boleh berubah menjadi kebencian, hati da’i boleh prihatin dan dibalik keprihatinan tersebut seyogyanya da’i dengan ikhlas hati mendo’akan


agar mad’u mendapat petunjuk dari Allah SWT.
3. d.Mengenal kondisi lingkungan dengan baik. Da’I harus memahami latar belakang kondisi social, ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah, paling tidak mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum, agar pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.



BAB IV
KEBERHASILAN UCAPAN YANG BAIK

Pada dasarnya keberhasilan dari indahnya ucapan dalam berdakwah  itu bertahap, dan sangat beragam, ini terkait dengan  hetroginitas objek dakwah, dan perbedaan-perbedaan problematik yang dihadapi oleh objek dakwah, sebagai contoh ; Bagi objek dakwah yang beragama Islam, tetapi belum memahami ajaran Islam tentang ibadah sholat, maka tujuan dakwah tentu agar mad’u mengetahui sholat dan tata cara pelaksanaannya, bagi mad’u yang sudah bisa sholat, tetapi belum mau melaksanakan sholat,


sudah tentu tujuan dakwah, agar mad’u termotivasi untuk melaksanakan ibadah sholat. 
                                                                                                                                   
Keberhasilan dari sebuah dakwah itu adanya suatu perubahan. Manusia yang terus menerus di nasehati suatu saat juga akan berubah.
 Akan tetapi perubahan yng diharapkan bukan perubahan yang semakin jelek tapi perubahan yang semakin bagus. Yang jelas dalam berdakwah diperluka keyakinan. Manusia hanya diperintahkan untuk berbuat dan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT. Sebab manusia mendapat petunjuk atau tidak itu tergantung Allah SWT. Sebagaimana firmanNya kepada nabi Muhammad saw.


Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada



orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.( QS. Al-Qoshosh (28): 56)

Akan tetapi untuk keberhasilannya hendaknya diperhatikan berbagai hal diantaranya :
1.    Metode Dakwah 
Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah Swt, dan Hadits Nabi Muhammad Saw :

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[ Q.S. As-Nahl: 125]



Dari ayart tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah, metode mujadalah billati hia ahsan.

Akan tetapi banyak penafsiran para Ulama’ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :
1. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas  disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.

2. Metode mau’izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi peringatan kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.

3. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap  bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang

 saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.  Demikianlah antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut.  Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :

“ Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ]. [2]       
 Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ; 
1. Metode dengan tangan [ bilyadi ], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2. Metode dakwah dengan lisan [ billisan ], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.

3. Metode dakwah dengan hati [  bilqolb ],__ yang dimaksud  dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’I atau muballigh, maka hati da’i tetap sabar,  tidak boleh membalas dengan  kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah , yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal.  Keberhasilan dakwah  Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat.


Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari.

2.        Sarana Dakwah 
Sarana dakwah yang baik, setrategis dan memadai, menjadi salah satu factor yang turut menentukan keberhasilan dakwah Islam, sarana yang dimaksud antara lain adalah Masjid, musholla, sekolsh, perpustakaan, kantor, balai desa dll.
a.     Media Dakwah



Media adalah alat yang menjadi  saluran  yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang sangat vital yang merupakan uran nadi dalam totalitas dakwak. Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi sekarang ini  seolah-olah menjadikan seluruh dunia menjadi satu kampung saja, perpindahan informasi dari suatu benua ke benua lain bagai cepatnya kilat.


 sehingga seseorang  yang sedang berbicara di Mesir umpamanya, dapat didengar, dilihat dan dipantau dari berbagai  penjuru dunia. Padahal sebelumnya, ketika seorang muballigh berbicara di suatu Masjid, mungkin jama’ah yang khadir tidak semuanya bisa melihat wajah muballighnya, dan barakali juga tidak mendengar suara muballigh.
Pemanfatan  kemajuan media teknologi informasi baik cetak maupun elektronik sangat menentukan effektifitas dakwah, baik dilihat dari aspek luasnya jangkauan wilayah dakwah maupun dari aspek daya komunikatifnya.

b.       Managemen Dakwah  
Managament dakwah memegang pranan penting dalam menentukan keberhasilan dakwah. Yang dimaksud dengan managemen dakwah adalah suatu proses pemampatan serta pendayagunaan kseluruhan sub system dakwah dakwah secara effektif untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah. Dalam upaya membangun managemen dakwah

 harus memperhatikan prinsip-prinsip managemen secara keseluruhan, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip managemen dakwah adalah :
1. Organisasi dakwah.  Oraganisasi dakwah yang dibentuk dengan baik, dengan menempatkan seseorang dalam struktur organisasi sesuai dengan bidang, bakat, dan minat mereka masing masing, dan dapat dikelola dengan baik dan rapi akan menjadi kekuatan gerakan dakwah yang dapat bergerak secara efektif,  dan akan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dakwah dengan baik.

2. Perencanaan dakwah yang baik dan terprogran secara rapi, dan bertahap akan sangat menetukan tahapan-tahapan apa  yang harus dicapai, sebaliknya dakwah yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang mateng akan sulit mencapai sasaran dan tujuan yang jelas.

3. Pelaksanaan dakwah,  dakwah yang dilaksanakan dengan berlandaskan perencanaan dakwah yang matang biasanya kegiatan dakwah akan dapan dilaksanakan secara tertib,  teratur, dan efektif.

4.  Mengontrol kegiatan dakwah sangat penting untuk mengantisipasi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam proses dakwah, dan sangat bermanfaat untuk menjaga kesinambungan proses kegiatan dakwah. 5. Evaluasi dakwah. Untuk mengetahui apakah dakwah itu berhasil atau tidak, gagal atau tidak harus ada proses evaluasi yang cermat, teliti, dan objektif, dengan menetapkan parameter-parameter keberhasilan atau ketidak berhasilan suatu aktifitas dakwah, dan dari hasil evaluasi secara objektif dapat dijadikan konsideran untuk menyusun langkah-langkah strategi dakwah yang lebih efekktif pada masa berikutnya,


dan isyarat untuk mengadakan evaluasi terdapat dalam firman Allah SWT :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.[ Q.S. Al-Hasyr 59: 18 ].

Dari ayat tersebut dapat difahami bahwa perlu adanya suatu proses evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan, untuk merencanakan hidup yang lebih baik di  masa-masa yang akan datang, termasuk kegiatan dakwah yang telah dilakukan perlu dievaluasi.




[1] Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya  Adi Gravika, Semarang, 1994. Hal. 928

[2] Said Bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Gema Insani Press Jakarta 1994, hal. 98.



Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAHAMI TALAQQI DALAM TINJAUAN AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)